Cerita Abdurrahman bin Auf
Cerita islami, yaitu mengenai kisah sabat nabi yang bernama Abdurrahman bin Auf, beliau merupakan sahabat yang nabi yang kaya raya atau hartawan namun sangat dermawan. Bagaimana kah kisah lika liku salah satu sahabat nabi ini, simak cerita Cerita Abdurrahman bin Auf lengkap di bawah ini.
Cerita Abdurrahman bin Auf sang kayar dermawan
Pada masa jahiliah, namanya adalah Abdu Amr. Dia berasal dari Bani Zuhrah dan merupakan saudara sepupu Sa’ad bin Abi Waqqas. Dia juga memiliki hubungan kerabat dengan Usman bin Affan, karena istrinya adalah anak perempuan dari Urwa binti Kariz (ibu Usman) dengan suami keduanya. Nama Abdu Amr baru diganti menjadi Abdurrahman bin Auf setelah kesilamannya. Nama tersebut merupakan pemberian Rasulullah saw. yang menegaskan identitasnya sebagai seorang mukmin.
Abdurrahman bin Auf masuk lslam pada awal misi kerasulan, yaitu sebelum Rasulullah saw. melakukan pembinaan di rumah Arqam bin Abil Arqam. Keislamannya ini kira-kira dua hari setelah Abu Bakar masuk lslam. Semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur 75 tahun, Abdurrahman bin Auf menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang mukmin yang mengagumkan. lnilah yang menyebabkan Nabi saw. memasukkannya ke dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Seperti halnya para sahabat lain yang pertama-tama masuk lslam, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun, dia tetap sabar dan pendiriannya senantiasa teguh. Saat kaum kafir Quraisy menekan dan menyiksa kaum muslimin, dia ada bersama Rasulullah dan para sahabat lain yang setia. Meski penderitaan fisik menderanya, imannya tidak tergoyahkan. Dia tetap memegang teguh akidah yang dia yakini kebenarannya dan setia mendampingi Rasulullah sebagai junjungannya.
Ketika tekanan, siksaan, dan ancaman kaum kafir Quraisy terhadap kaum mukmin semakin meningkat dan Rasulullah saw. memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Habsyi (Ethiopia), Abdurrahman bin Auf termasuk di barisan terdepan. DIa bersama sahabat yang merintis jalan hijrah ke Habsyi pada angkatan pertama, kemudian kembali ke Mekas dan berangkat kembali ke Habsyi untuk kedua kalinya.
Saat turun perintah hijrah ke Madinah, dan Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah, Abdurrahman bin Auf juga berada di barisan terdepan dari kelompok Muhajirin. Dia bersemangat hijrah karena terdorong untuk menyelamatkan akidah lslamnya. Dia berhijrah dengan berbekal keimanan yang teguh kepada Allah dan kepercayaan yang kuat kepada Rasul-Nya. Sesampainya di Madinah, hal pertama yang dilakukan Rasulullah adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Saat itu, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang penduduk Madinah yang terkenal kaya dan pemurah. Nama sahabat Anshar itu Sa’ad bin Rabi’. Konglomerat Madinah yang dermawan itu sempat menawarinya harta dan istri, tetapi Abdurrahman bin Auf menolak dengan halus.
‘Aku punya banyak harta dan dua orang istri. Ambillah separo hartaku, dan pilihlah salah satu istriku yang menurutmu paling cantik. Aku akan menceraikannya agar kau dapat memperistrinya,” kata 5a’ad.
“Tidak, terima kasih. Tolong tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar di sini.” Jawab Abdurrahman.
Abdurrahman memang seorang pengusaha. Bakat dasarnya adalah berdagang, dan itu sudah dilakoninya sejak di Mekah. Maka tak heran bila dia hanya meminta Sa’ad menunjukkan kepadanya di mana pasar Madinah berada. Dengan senang hati, Sa’ad pun menunjukkan pasar Madinah kepada Abdurrahman. Selain itu, Sa’ad juga menyampaikan hal-hal penting yang menurutnya berguna sebagai bekal bagi Abdurrahman dalam memulai usahanya di Madinah.
Begitulah, sejak Saad menunjukkan kepadanya pasar Madinah, Abdurrahman mulai berniaga. Dengan kecermatan dan keahliannya, dia mengelola perniagaannya, Maka, meski dia orang baru di lingkungan pasar itu’ bakat dagangnya yang luar biasa segera membawanya menjadi seoranS pedagang sukses. Belum berapa lama dia berdaganS, terkumpullah uangnya sekadar cukup untuk mahar menikah. Dia pun datang kepada Rasulullah memakai parfum yang wangi. Rasulullah menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata. “Wah, alangkah wanginya kamu, Abdurrahman.”
“Saya hendak menikah, wahai Rasulullah.”
“Apa mahar yang akan kamu berikan kepada istrimu?” Tanya Rasulullah.
“Emas seberat biji kurma.”
“Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing- Semoga
Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.” Sabda Rasulullah,
“Sejak itu dunia seakan datang kepadaku. Hidupku makmur dan bahagia, hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak,” ungkap Abdurrahman.
Memang begitulah kejadiannya. Abdurrahman selalu saja memperoleh untung dalam berdagang. Barang apa pun, bahkan yang kelihatannya tidak begitu berharga, menjadi barang dagangan yang berharga dan menghasilkan keuntungan begitu berada di tangannya. Walhasil, dalam waktu yang singkat, harta kekayaan Abdurrahman semakin banyak dan berlimpah.
Sebenarnya rahasia kesuksesan Abdurrahman tidaklah musykil. Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkah adalah karena dia selalu bermodal dan berdagang barang yang halal serta menjauhkan diri dari perbuatan yang haram, bahkan syubhat. Selain itu, yang menambah keberkahan perniagaannya adalah karena labanya tidak dia gunakan untuk memperkaya dirinya sendiri. Meski keuntungannya diperoleh berkat kepiawaiannya dalam berdagang, Abdurrahman tidak pernah lupa membelanjakan sebagian hartanya di jalan Allah. Selain untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, hartanya juga digunakan untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara lslam untuk berjihad fi sabilillah.
Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai orang yang berwatak dinamis. Apabila ia tidak sedang salat di masjid dan tidak sedang mengikuti peperangan bersama Nabi saw., yang dia lakukan adalah mengurus perniagaannya. Dia menjalani segala kegiatannya itu dengan sepenuh hati, sehingga hasilnya tidak pernah mengecewakan. Tak heran, kafilah-kafilahnya yang dipenuhi barang-barang muatan berupa gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah, wangi-wangian, dan segala kebutuhan penduduk menjangkau hingga Mesir dan Syria. Meski begitu, Abdurrahman tetaplah seorang ‘Abdurrahman”, hamba Allah yang Maha Pemurah. Dia memang seorang konglomerat yang kaya raya karena kepiawaiannya dalam berdagang, tetapi dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Tuhannya. Bahkan kepeduliannya terhadap sesama benar-benar menegaskan kepemurahannya.
Demikianlah Abdurrahman, kekayaannya yang berlimpah tidak membuatnya lupa diri. Dia tak pernah absen dalam setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah, baik jiwa, raga, maupun hartanya. Suatu hari, Rasulullah saw. berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berkata, “Bersedekahlah kalian, karena saya akan mengirim pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan itu, Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan Rasulullah.
“Ya, Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, sisanya saya tinggalkan untuk keluarga saya,” ucap Abdurrahman’
Cerita Abdurrahman bin Auf – Lalu Rasulullah mendoakannya agar diberi keberkahan oleh Allah swt. Ketika Rasulullah saw. membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara Romawi dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu pelopor dalam menyumbangkan dana. Saat itu, jumlah dana dan tentara yanS dibutuhkan tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh sangat banyak’ Di samping itu’ Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk yang jauh pun menjadi perjalanan yang sangat berat dan sulit. Sementara itu dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula kendaraan tidak mencukupi’ sampai-sampai banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah saw. Mereka tidak diizinkan menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran, karena mereka juga tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkan.
Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan sebutan Al-Bakb’ln (Orang-orang yang Menangis), sementara pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan Jaisyul ‘Usrah (Pasukan Susah). Menghadapi situasi sulit itu, Rasulullah mengimbau kaum muslimin yang berkecukupan agar mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi sabilillah’
Dengan patuh dan setia kaum muslimin memenuhi seruan tersebut. Abdurrahman bin Auf memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas’ Melihat hal itu’ Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah saw., “Agaknya Abdurrahman khilaf, wahai Rasulullah. Lihat saja, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”
Maka, Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman, “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu?”
“Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.” jawab Abdurrahman’
“Berapa?” tanYa Rasulullah.
“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.” kata Abdurrahman mantap. Mendengar jawaban Abdurrahman, lagi-lagi Rasulullah mendoakan kebaikan untuknya.
“Semoga Allah memberkatimu dan hartamu, Abdurrahman.” Demikian doa beliau.
Setelah itu, pasukan muslimin berangkat ke Tabuk. Di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi saw. yang telah merelakan dirinya di garda depan perjuangan menegakkan agama Allah serta mengikhlaskan hartanya untuk membiayai perjuangan yang memang membutuhkan biaya amat besar itu.
Pada peperangan di Tabuk itu, Abdurrahman memperoleh kemuliaan yang belum pernah diperoleh seorang pun dari kaum muslimin. Saat itu waktu salat sudah masuk, namun Rasulullah belum hadir. Maka, Abdurrahman diajukan oleh para sahabat menjadi imam untuk memimpin salat berjamaah segenap kaum muslimin yang ada. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba. Beliau langsung mengikuti salat, bermakmum di belakang Abdurrahman. Pengalaman di Tabuk itu menjadi pengalaman yang luar biasa bagi Abdurrahman.
Betapa tidak, dia menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad saw. Namun, Abdurrahman tidak lantas menjadi sombong dengan kemuliaan itu. Dia tetap Abdurrahman seperti dikenal sebelumnya: seorang konglomerat Madinah yang pemurah. Tidak kurang, bahkan lebih. Sekembalinya dari perang Tabuk, bisnis Abdurrahman semakin maju. Harta kekayaannya yang hampir seluruhnya disumbangkan untuk jihad fi sabilillah seakan-akan berebut kembali kepadanya. Rezeki yang diberikan oleh Allah terus mengalir bagaikan aliran sungai yang deras. Abdurrahman bin Auf pun menjadi orang terkaya di Madinah. Pernah suatu ketika, penduduk Madinah dibuat geger oleh kafilah dagangnya yang demikian banyak.
Itulah kisah cerita Abdurrahman bin auf yang merupakan salah satu sahabat nabi muhammad yang kayar raya, semoga kita dapat meneladani sifat dermawannya. Aamin. Cerita di atas masih ada lanjutannya, silahkan baca kisah abdurrahman bin auf bagian kedua
Cerita islami, yaitu mengenai kisah sabat nabi yang bernama Abdurrahman bin Auf, beliau merupakan sahabat yang nabi yang kaya raya atau hartawan namun sangat dermawan. Bagaimana kah kisah lika liku salah satu sahabat nabi ini, simak cerita Cerita Abdurrahman bin Auf lengkap di bawah ini.
Cerita Abdurrahman bin Auf sang kayar dermawan
Pada masa jahiliah, namanya adalah Abdu Amr. Dia berasal dari Bani Zuhrah dan merupakan saudara sepupu Sa’ad bin Abi Waqqas. Dia juga memiliki hubungan kerabat dengan Usman bin Affan, karena istrinya adalah anak perempuan dari Urwa binti Kariz (ibu Usman) dengan suami keduanya. Nama Abdu Amr baru diganti menjadi Abdurrahman bin Auf setelah kesilamannya. Nama tersebut merupakan pemberian Rasulullah saw. yang menegaskan identitasnya sebagai seorang mukmin.
Cerita Abdurrahman bin Auf – Sahabat nabi yang kaya raya namun dermawan - bagain satu |
Seperti halnya para sahabat lain yang pertama-tama masuk lslam, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun, dia tetap sabar dan pendiriannya senantiasa teguh. Saat kaum kafir Quraisy menekan dan menyiksa kaum muslimin, dia ada bersama Rasulullah dan para sahabat lain yang setia. Meski penderitaan fisik menderanya, imannya tidak tergoyahkan. Dia tetap memegang teguh akidah yang dia yakini kebenarannya dan setia mendampingi Rasulullah sebagai junjungannya.
Ketika tekanan, siksaan, dan ancaman kaum kafir Quraisy terhadap kaum mukmin semakin meningkat dan Rasulullah saw. memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah ke Habsyi (Ethiopia), Abdurrahman bin Auf termasuk di barisan terdepan. DIa bersama sahabat yang merintis jalan hijrah ke Habsyi pada angkatan pertama, kemudian kembali ke Mekas dan berangkat kembali ke Habsyi untuk kedua kalinya.
Saat turun perintah hijrah ke Madinah, dan Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk berhijrah, Abdurrahman bin Auf juga berada di barisan terdepan dari kelompok Muhajirin. Dia bersemangat hijrah karena terdorong untuk menyelamatkan akidah lslamnya. Dia berhijrah dengan berbekal keimanan yang teguh kepada Allah dan kepercayaan yang kuat kepada Rasul-Nya. Sesampainya di Madinah, hal pertama yang dilakukan Rasulullah adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Saat itu, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang penduduk Madinah yang terkenal kaya dan pemurah. Nama sahabat Anshar itu Sa’ad bin Rabi’. Konglomerat Madinah yang dermawan itu sempat menawarinya harta dan istri, tetapi Abdurrahman bin Auf menolak dengan halus.
‘Aku punya banyak harta dan dua orang istri. Ambillah separo hartaku, dan pilihlah salah satu istriku yang menurutmu paling cantik. Aku akan menceraikannya agar kau dapat memperistrinya,” kata 5a’ad.
“Tidak, terima kasih. Tolong tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar di sini.” Jawab Abdurrahman.
Abdurrahman memang seorang pengusaha. Bakat dasarnya adalah berdagang, dan itu sudah dilakoninya sejak di Mekah. Maka tak heran bila dia hanya meminta Sa’ad menunjukkan kepadanya di mana pasar Madinah berada. Dengan senang hati, Sa’ad pun menunjukkan pasar Madinah kepada Abdurrahman. Selain itu, Sa’ad juga menyampaikan hal-hal penting yang menurutnya berguna sebagai bekal bagi Abdurrahman dalam memulai usahanya di Madinah.
Begitulah, sejak Saad menunjukkan kepadanya pasar Madinah, Abdurrahman mulai berniaga. Dengan kecermatan dan keahliannya, dia mengelola perniagaannya, Maka, meski dia orang baru di lingkungan pasar itu’ bakat dagangnya yang luar biasa segera membawanya menjadi seoranS pedagang sukses. Belum berapa lama dia berdaganS, terkumpullah uangnya sekadar cukup untuk mahar menikah. Dia pun datang kepada Rasulullah memakai parfum yang wangi. Rasulullah menyambut kedatangan Abdurrahman seraya berkata. “Wah, alangkah wanginya kamu, Abdurrahman.”
“Saya hendak menikah, wahai Rasulullah.”
“Apa mahar yang akan kamu berikan kepada istrimu?” Tanya Rasulullah.
“Emas seberat biji kurma.”
“Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing- Semoga
Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.” Sabda Rasulullah,
“Sejak itu dunia seakan datang kepadaku. Hidupku makmur dan bahagia, hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak,” ungkap Abdurrahman.
Memang begitulah kejadiannya. Abdurrahman selalu saja memperoleh untung dalam berdagang. Barang apa pun, bahkan yang kelihatannya tidak begitu berharga, menjadi barang dagangan yang berharga dan menghasilkan keuntungan begitu berada di tangannya. Walhasil, dalam waktu yang singkat, harta kekayaan Abdurrahman semakin banyak dan berlimpah.
Sebenarnya rahasia kesuksesan Abdurrahman tidaklah musykil. Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkah adalah karena dia selalu bermodal dan berdagang barang yang halal serta menjauhkan diri dari perbuatan yang haram, bahkan syubhat. Selain itu, yang menambah keberkahan perniagaannya adalah karena labanya tidak dia gunakan untuk memperkaya dirinya sendiri. Meski keuntungannya diperoleh berkat kepiawaiannya dalam berdagang, Abdurrahman tidak pernah lupa membelanjakan sebagian hartanya di jalan Allah. Selain untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, hartanya juga digunakan untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara lslam untuk berjihad fi sabilillah.
Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai orang yang berwatak dinamis. Apabila ia tidak sedang salat di masjid dan tidak sedang mengikuti peperangan bersama Nabi saw., yang dia lakukan adalah mengurus perniagaannya. Dia menjalani segala kegiatannya itu dengan sepenuh hati, sehingga hasilnya tidak pernah mengecewakan. Tak heran, kafilah-kafilahnya yang dipenuhi barang-barang muatan berupa gandum, tepung, minyak, pakaian, barang-barang pecah-belah, wangi-wangian, dan segala kebutuhan penduduk menjangkau hingga Mesir dan Syria. Meski begitu, Abdurrahman tetaplah seorang ‘Abdurrahman”, hamba Allah yang Maha Pemurah. Dia memang seorang konglomerat yang kaya raya karena kepiawaiannya dalam berdagang, tetapi dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Tuhannya. Bahkan kepeduliannya terhadap sesama benar-benar menegaskan kepemurahannya.
Demikianlah Abdurrahman, kekayaannya yang berlimpah tidak membuatnya lupa diri. Dia tak pernah absen dalam setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah, baik jiwa, raga, maupun hartanya. Suatu hari, Rasulullah saw. berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum muslimin. Beliau berkata, “Bersedekahlah kalian, karena saya akan mengirim pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan itu, Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan Rasulullah.
“Ya, Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, sisanya saya tinggalkan untuk keluarga saya,” ucap Abdurrahman’
Cerita Abdurrahman bin Auf – Lalu Rasulullah mendoakannya agar diberi keberkahan oleh Allah swt. Ketika Rasulullah saw. membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara Romawi dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu pelopor dalam menyumbangkan dana. Saat itu, jumlah dana dan tentara yanS dibutuhkan tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh sangat banyak’ Di samping itu’ Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk yang jauh pun menjadi perjalanan yang sangat berat dan sulit. Sementara itu dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula kendaraan tidak mencukupi’ sampai-sampai banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan sedih karena ditolak Rasulullah saw. Mereka tidak diizinkan menjadi tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata bercucuran, karena mereka juga tidak mempunyai apa-apa untuk disumbangkan.
Mereka yang tidak diterima itu terkenal dengan sebutan Al-Bakb’ln (Orang-orang yang Menangis), sementara pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan Jaisyul ‘Usrah (Pasukan Susah). Menghadapi situasi sulit itu, Rasulullah mengimbau kaum muslimin yang berkecukupan agar mengorbankan harta benda mereka untuk jihad fi sabilillah’
Dengan patuh dan setia kaum muslimin memenuhi seruan tersebut. Abdurrahman bin Auf memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas’ Melihat hal itu’ Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah saw., “Agaknya Abdurrahman khilaf, wahai Rasulullah. Lihat saja, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”
Maka, Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman, “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu?”
“Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.” jawab Abdurrahman’
“Berapa?” tanYa Rasulullah.
“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.” kata Abdurrahman mantap. Mendengar jawaban Abdurrahman, lagi-lagi Rasulullah mendoakan kebaikan untuknya.
“Semoga Allah memberkatimu dan hartamu, Abdurrahman.” Demikian doa beliau.
Setelah itu, pasukan muslimin berangkat ke Tabuk. Di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi saw. yang telah merelakan dirinya di garda depan perjuangan menegakkan agama Allah serta mengikhlaskan hartanya untuk membiayai perjuangan yang memang membutuhkan biaya amat besar itu.
Pada peperangan di Tabuk itu, Abdurrahman memperoleh kemuliaan yang belum pernah diperoleh seorang pun dari kaum muslimin. Saat itu waktu salat sudah masuk, namun Rasulullah belum hadir. Maka, Abdurrahman diajukan oleh para sahabat menjadi imam untuk memimpin salat berjamaah segenap kaum muslimin yang ada. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba. Beliau langsung mengikuti salat, bermakmum di belakang Abdurrahman. Pengalaman di Tabuk itu menjadi pengalaman yang luar biasa bagi Abdurrahman.
Betapa tidak, dia menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad saw. Namun, Abdurrahman tidak lantas menjadi sombong dengan kemuliaan itu. Dia tetap Abdurrahman seperti dikenal sebelumnya: seorang konglomerat Madinah yang pemurah. Tidak kurang, bahkan lebih. Sekembalinya dari perang Tabuk, bisnis Abdurrahman semakin maju. Harta kekayaannya yang hampir seluruhnya disumbangkan untuk jihad fi sabilillah seakan-akan berebut kembali kepadanya. Rezeki yang diberikan oleh Allah terus mengalir bagaikan aliran sungai yang deras. Abdurrahman bin Auf pun menjadi orang terkaya di Madinah. Pernah suatu ketika, penduduk Madinah dibuat geger oleh kafilah dagangnya yang demikian banyak.
Itulah kisah cerita Abdurrahman bin auf yang merupakan salah satu sahabat nabi muhammad yang kayar raya, semoga kita dapat meneladani sifat dermawannya. Aamin. Cerita di atas masih ada lanjutannya, silahkan baca kisah abdurrahman bin auf bagian kedua
http://ceritaislami.net/abdurrahman-bin-auf-sahabat-nabi-yang-kaya-raya-namun-dermawan-bagain-satu/